LATAR BELAKANG DAN SEJARAH
GEREJA ANGLIKAN
I Pendahuluan
Negara Jerman adalah pusat perkembangan dari reformasi Prostestan. Babak reformasi ini dipelopori oleh Martin Luther. Luther sukses menggerakan reformasi ini, karena berhasil menentang peraktek penjualan indulgensi yang dilakukan oleh pihak Gereja Katolik. Ia menentang dengan berani memaparkan 95 dalilnya di pintu gerbang Gereja Universitas Wittenberg. Ia berbicara atas nama kebenaran injili. Revolusi keagamaan ini berkembang dengan cepat hingga meluas ke sebagian Jerman Tengah dan Utara, Negara Skandanavia, Denmark, Semenanjung Baltik, dan wilayah Swis yang berbahasa Jerman dan Perancis.
Meluasnya ekspansi gerakan reformasi ini, banyak daerah menyambut baik ide-ide yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh Protestan, tetapi ada juga yang menolak karena tidak sesuai dengan tradisi gereja. Gerakan Reformasi ini melahirkan tiga aliran penting dalam gereja, yaitu aliran Luther, Calvin, dan Anglikan.
Diantara keempat aliran ini, penulis membatasi dengan hanya mendalami latar belakang dan sejarah Gereja Anglikan di Inggris. Sejarah dan latar belakang gereja ini dipenuhi pelbagai konflik dan peristiwa. Konflik dan peristiwa itu melibatkan beberapa tokoh penting. Tokoh yang sangat sentral adalah Raja Hennry VIII.
Melihat kenyataan ini, maka penulis memilih gerakan dari aliran ini untuk diuraikan. Tujuan dari uraian ini adalah untuk memenuhi tugas Sejarah Gereja Reformasi Semester II, dan memperkaya pengetahuan penulis. Metode yang digunakan penulis adalah mengumpulkan data dari bebagai buku, membaca, dan menyusun berdasarkan tema yang disiapkan.
II Latar Belakang dan Sejarah
Diantara gereja-gereja yang tergolong reformatoris, mungkin gereja Anglikan yang sejarahnya paling rumit. Begitu rumit sehingga, D.L. Hormes (seorang serjana gereja Protestan) berkata, ”Revolusi di dalam Gereja Anglikan belum selesai dan takan pernah selesai” Tetapi sebenarnya seluruh gereja tidak pernah selesai mengalami reformasi. Gereja harus terus-menerus diperbarui. Untuk memahami kerumitan, sejarah, keberadaan, dan keunikan dalam Gereja Anglikan, ada baiknya kita meninjau sejenak kehadiran dan perkembangan gereja di Inggris sejak abad ke-3.
Gereja Di Inggris Hingga Awal Abad Ke-16
Tidak bisa ditetapkan dengan pasti kapan Injil Kristus tersebar di Inggris. Tetapi Tertullianus seorang Bapa Gereja dari awal abad ke-3 mencatat bahwa pada zamannya gereja telah hadir di Inggris. Aliran kekristenan pertama yang berdiri di Inggris adalah kekristenan yang berciri Romano-Britania. Aliran kekristenan kedua adalah aliran yang dikenal dengan istilah Kekristenan Celtic yang biaranya di desa-desa. Aliran kekristenan yang ketiga adalah aliran Katolik Roma, sejak Paus Gregorius mengutus misionaris Agustinus dan kawan-kawan ke Canterbury pada tahun 1597. Masing-masing gereja ini mengklaim hak untuk mempertahankan tradisinya sendiri. Meskipun sejak abad ke-2 Gereja Roma mengkelaim keutamaan dan statusnya sebagai satu-satunya gereja yang sah di dunia.
Demikianlah gereja di Inggris berkembang dari abad ke-6 hingga abad ke-16. Pada masa itu uskup dari Gereja Katolik Roma sangat menekankan persatuan dengan Roma dan otonomi gereja Inggris. Sikap uskup yang kedua ini biasanya sangat erat dengan gereja Inggris. Uskup juga terkadang taat pada raja, misalnya Uskup Lanfranc (1005-1089).
Sementara gereja di Ingris tetap memilihara kesatuan dengan Gereja Katolik Roma, terutama dalam hal ajaran dan praktek sehari-hari. Sejak abad ke-14 mulai muncul pikiran kritis yang menggugat berbagai segi ajaran maupun peraktek dalam gereja. Misalya, John Wycliffe, sebagai salah seorang perintis reformasi. Cita-citanya adalah memulikan kedudukan Alkitab sebagai otoritas tunggal bagi kehidupan dan ajaran gereja. Untuk itu, Ia memprakarsai terjemahan Alkitab ke dalam bahasa Inggris, kendati hasil terjemahannya dinilai jauh dari cermat.
Gagasan Wycliffe ini dilengkapi dengan gagasan-gagasan teologis lainnya. Semua ini mendorong lahirnya gerakan reformasi di lingkungan gereja Inggris. Faktor-faktor lain lahirnya reformasi gereja Inggris adalah, faktor politis (misalnya, kasus Hennry VIII, maupun semangat nasionalisme yang muncul dalam gereja Anglikan), faktor sosial ekonomi (bangkitnya kekuatan pedagang dan industri), faktor teknologi (penemuan mesin cetak yang mempercepat pendapat dan ajaran baru). Faktor yang paling kuat adalah yang bersifat religius.
Kasus Raja Hennry VIII
Meskipun kekuatan religius menjadi faktor utama, namun yang selalu diacu sebagai pemicu lahirnya Gereja Anglikan adalah serangkaian peristiwa yang terpumpun pada Raja Hennry VIII (1509-1547). Ia mengalami konflik dengan Paus Clemens sehubungan dengan masalah perkawinannya dan secara resmi memutuskan hubungan dengan Roma tahun 1534.
Sebenarnya di bidang ajaran gereja pada mulanya Raja Hennry VIII tidak memiliki masalah dengan Gereja Katolik Roma, bahkan sebelumnya Ia dipuji sebagai Raja yang sangat setia kepada Roma. Berkat salah satu tulisannya, Ia diberi gelar oleh Paus sebagai “pembela iman” Tetapi dalam perkawinannya Ia memiliki masalah, dan menurutnya Paus tidak berkenan menolongnya. Pada tahun 1509, menjelang naik takhta Ia menikah dengan Catharina dari Aragon, puteri Spanyol, janda almahrum abangnya Arthur. Catharina sebenarnya melahirkan banyak anak, tetapi hampir semuanya meninggal pada waktu banyi, yang tersisa hanya satu anak perempuan yaitu, Mary. Pada tahun 1527 (bahkan sudah sejak tahum 1514) Hennry mengajukan permintaan kepada Paus agar membatalkan perkawinannya dengan Catharina, sekaligus meresmikan perkawinannya dengan salah seorang gundiknya, Anna Boleyn. Alasannya adalah Catharina tidak memberinya anak laki-laki dan Ia kuatir bahwa rakyatnya tidak menerima wanita sebagai pewaris takhta kerajaan. Ia menunggu sampai enam tahun tetapi persetujuan dari Paus tak kunjung datang. Sementara Anna Boleyn telah mengandung. Karena itu, pada bulan Januari 1533 Raja Hennry mengambil keputusan untuk menikah Anna Boleyn secara rahasia. Beberapa bulan kemudian, Mei 1533, Thomas Cranmer, Unkup Agung Canterbury (konseptor utama reformasi Inggris) mengumumkan pembatalan perkawinan Raja Hennry dengan Catharina dan pengakuan perkawinannya dengan Anna Boleyn. Tindakan ini kemudian disusul oleh Paus dengan mengeluarkan makhlumat pengucilan (ekskomunikasi) kepada Raja Hennry VIII dan Cranmer, serta pernyataan bahwa anak yang dilahirkan dari perkawinan Henrry dengan Anne Boleyn adalah tidak sah.
Pembatalan perkawinan dengan Catharina tidak sama dengan perceraian. Menurut sejumlah sejarahwan, permintaan pembatalan oleh Raja Hennry ada benarnya karena, perkawinannya dengan Catharina sebenarnya tidak sah dan masuk kategori perkawinan terlarang sebagaimana dikatakan dalam Kitab Imamat 20:21 (yang mengawini isteri saudara ). Kematian beruntun dari anak yang dilahirkan oleh Catharina dipahami Hennry sebagai hukuman dari Allah atas perkawinan terlarang tadi. Sementara itu dicatat juga bahwa pada masa lalu Paus pernah membatalkan perkawinan seperti itu, sehingga patut dipersoalkan dan diguguat. Tetapi sebagian ahli melihat bahwa pemintaan Raja Hennry ini hanyalah dalil untuk menutupi nafsu besarnya (memiliki enam isteri)
Sementara menantikan pembatalan perkawinan itu. Raja Henry yang didukung oleh Uskup Cranmer menyadari bahwa Gereja Inggris tidak perlu terikat pada Paus dan berwenang mengatur dirinya sendiri. Raja tidak perlu tunduk kepada Gereja, sebaliknya berwenang mengatur gereja. Pada masa yang bersamaan Raja melihat bahwa Gereja, terutama biarah-biarah memiliki banyak kekayaan yang dapat menjadi sumber dana untuk membiayai kehidupan pemerintah dan perang. Maka, Raja Hennry mengambil alih semua kekayaan ini di bawah pengelolaan negara.
Gereja Anglikan Menempuh Jalan Sendiri
Sejak tahun 1533 Gereja Anglikan berpisah dengan Gereja Katolik Roma, namun gereja ini tetap mempertahankan struktur yang ada, ada uskup, rohaniwan, gedung-gedung gereja, dan jemaat-jemaat dibawa kendali Uskup Agung Canterbury. Jadi, tak ada lagi dibawah Paus. Sementara dalam hal ajaran, tata ibadah, dan pola organisasi Gereja Anglikan cukup banyak mempertahankan dan memilihara warisan dan tradisi Gereja Katolik Roma . Selain itu gereja Anglikan tetap mengajarkan kebenaran oleh iman dan pokok perselisihan dogmatik sesuai dengan injili. Perwarisan jabatan rasuli diakui dan dijunjung tinggi.
Ajaran dan susunan dari gereja ini mirip dengan Gereja Katolik Roma, karena dasarnya adalah “ Book of common Prayer dan 39 Articles (1553), yang dipersiapkan oleh Uskup Agung Thomas Cranmer, yang dihukum mati oleh ratu Mary (1554). Dalam dokumen itu dibuang setiap ungkapan yang menyatakan ekaristi sebagai kurban. Ajaran tentang ekaristi, gereja ini menganut paham Calvin. Berkat ajaran ini liturgi dan ajaran Gereja Anglikan tercampur antara unsur-unsur Katolik dan Protestan.
Campuran antara unsur Katolik dan Protestan dalam Gereja Anglikan melahirkan tiga aliran yang merupakan kebijakan Ratu Elisabeth I. Ketiga aliran itu adalah sebagai berikut: pertama, aliran High church ( Angola -Katolik ). Aliran ini memberi tekanan kuat pada pembenaran jabatan rasuli, pelayanan rohani, sakramen, dan bentuk- bentuk lahiriah dari ibadah serta menegaskan bahwa Gereja Anglikan adalah perwujudan yang benar dari kekristenan. Kedua, aliran Low Church. Aliran ini berpegang teguh pada jabatan uskup (Suksesi apostolik) dengan Kitab Suci sebagai norma tertinggi. Oleh karena itu, Gereja Anglikan menganggap diri sebagai “jalan tengah” antara Gereja Katolik dan Protestan. Ketiga, aliran Broad Church. Aliran ini kurang memperhatikan ajaran, tetapi sangat menekankan karya sosial. Aliran ini juga banyak menekankan tradisi yang dibangun sejak zaman Elisabeth I, yang menyatakan bahwa Gereja Anglikan merupakan gabungan hal-hal terbaik dari Gereja Katolik Roma dan Protestan.
III Penutup
Gereja Anglikan adalah wujud gereja yang berasal dari gerakan Reformasi Protestan. Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa ada tiga faktor terbentuknya Gereja Anglikan di Inggris. Pertama, hasrat Raja Hennry VIII untuk mendapatkan anak laki-laki. Kedua, tumbuhnya perasaan nasionalisme dan anti klerikalisme. Ketiga, meluasnya gagasan-gagasan Luther.
Gereja ini tetap mempertahankan tradisi katolik yang jemaatnya di bawah Uskup Agung Canterbury. Tradisi ini tetap di pertahankan, karena dasarnya adalah dokuman ”Book of Common Prayer dan 39 Articles” yang disiapkan oleh Thomas Cranmer. Berkat dokumen ini, Gereja Anglikan menggunakan ajaran Gereja Katolik Roma dan Protestan .
Melihat sejumlah aliran dan ajaran dalam Gereja Anglikan dapat disimpulkan bahwa gereja ini bersifat kompromistis. Di sisi lain, justru disinilah letak kekuatan gereja ini untuk menjalin hubungan dan kerja sama dengan banyak gereja, meskipun didalamnya terdapat pelbagai perbedaan aliran.
DAFTAR PUSTAKA
Aritonang, S. Jan. Berbagai Aliran di dalam Gereja dan Sekitar Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia,1996.
Berkhom, H, Enklaar H. Sejarah Gereja-Wujud Gereja Anglikan. Jakarta: BPK Gunung Mulia,1998.
Hariprabowo, Yakobus. Sejarah Gereja Reformasi-Kontra Revormasi-Vatikan II. Sinaksak: STFT ST. Yohanes.
Heuken Adolf. Gereja Anglikan, dalam Ensiklopedi Gereja. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 2004.
Holmes, G.R. The Anglican Tradition-A.Handbook of Cources. London: SPCK/Fortress Press,1991.
Laarhoven, Kleopas P. Gereja Abadi dalam Perjanjiannya dari Abad ke Abad. Sibolga: Offset, 1999.
Jumat, 11 September 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
terbaek lah
BalasHapusmakasih tulisannya cukup membantu. God bless
BalasHapusmakasih tulisannya cukup membantu. God bless
BalasHapus